09 Juni 2020

PRABU GEUSAN ULUN

  1. Batara Sang Hyang Hawu (Eyang Jaya Perkasa)
  2. Batara Pancar Buana (Terong Peot)
  3. Batara Dipati Wiradijaya (Nangganan)
  4. Batara Sang Hyang Kondang Hapa 

Dengan kejadian itu, kedudukan dan kekuasaan Prabu Geusan Ulun menjadi lebih besar dengan menerima hibah sebagian besar wilayah bekas Kerajaan Pakuan Pajajaran. 

Sementara Raja Pakuan Pajajaran terakhir (Prabu Suryakencana) menurut kabar menyingkir ke Gunung Salak sambil menghimpun kekuatan untuk serangan balasan, namun tidak pernah terlaksana karena dia keburu meninggal dunia. 

Walaupun telah menerima wilayah kekuasaan dari Kerajaan Pakuan Pajajaran, sulit bagi dia untuk mengembangkan kekuasaannya karena posisi Kerajaan Sumedang Larang terjepit diantara dua kekuatan besar (Kesultanan Banten & Cirebon) 

Pada masa pemerintahannya, terdapat peristiwa yang menggemparkan sekaligus memalukan, yaitu dibawa kaburnya Ratu Harisbaya, salah satu istri raja Cirebon, Pangeran Girilaya, pada saat Prabu Geusan Ulun berkunjung ke Keraton Cirebon sekembalinya dari Kerajaan Demak dalam rangka memperdalam agama Islam. 

Terjadi penyerbuan Cirebon yang mengakibatkan dia terpaksa menyingkir ke Dayeuh Luhur bersama Ratu Harisbaya serta sebagian kecil rakyat dan pengikutnya. 

Meski pada akhirnya tercapai perdamaian dengan Cirebon, namun Sumedang Larang mengalami kerugian besar yaitu hilangnya wilayah Sindang Kasih yang sekarang dikenal dengan nama Majalengka yang diserahkan kepada Panembahan Ratu Cirebon sebagai pengganti talak tiga atas nama Ratu Harisbaya. Sejak itulah pusat pemerintahan Sumedang Larang pindah dari Kutamaya ke Dayeuh Luhur dan akhirnya dia wafat dan dimakamkan disana bersama Ratu Harisbaya. 

Ratu Harisbaya diperistri oleh Pangeran Geusan Ulun sebagai istri kedua dan memiliki anak, salah satunya bernama Suriadiwangsa. Sementara dari istri pertama yang bernama Nyai Mas Cukang Gedeng Waru memiliki anak, salah satunya bernama Rangga Gede. Untuk tidak menimbulkan pertengkaran di kemudian hari, maka pada tahun 1601 wilayah Sumedang Larang dibagi dua. 

Dalam masa tersebut, dilatar belakangi kekhawatiran terhadap ekspansi Kesultanan Banten setelah menaklukkan Pakuan Pajajaran, Suriadiwangsa berangkat ke Mataram meminta perlindungan. Setibanya di Mataram, dia menyampaikan maksudnya kepada Sultan Agung dan mendapat sambutan hangat serta mendapat gelar Rangga Gempol. Penghargaan lain dari Sultan Agung ialah menjuluki wilayah kekuasaan Sumedang tersebut dengan nama Prayangan, artinya daerah yang berasal dari pemberian dibarengi oleh hati yang ikhlas dan tulus. Di kemudian hari dengan lafal setempat, nama Prayangan berubah menjadi Priangan. 

Latar belakang lainnya yang mendorong Sumedang menempatkan diri dibawah proteksi Mataram adalah : 

  1. Hanya Mataram dibawah kepemimpinan Sultan Agung yang dianggap dapat mengimbangi kekuatan Banten.
  2. Ratu Harisbaya merupakan kerabat Sultan Mataram. 
  3. Mataram memiliki pendahulu yang sama yaitu Kerajaan Galuh. 
  4. Rasa sakit hati terhadap Banten yang telah menghancurkan Pakuan Pajajaran. 
  5. Akibat peristiwa Harisbaya, hubungan Sumedang Larang dengan Cirebon menjadi kurang harmonis dan timbul pula kekhawatiran terhadap ekspansi Cirebon.
  6. Sedang terjadi perang dingin antara Kesultanan Banten dengan Kesultanan Cirebon, sementara Sumedang Larang terjepit diantara dua kekuasaan tersebut. 

Sumedang baru pertama kali memiliki meriam dan senjata api ±30 tahun kemudian, pada periode pemerintahan Pangeran Panembahan, itupun dalam jumlah sedikit yang diperoleh dari pemberian Belanda. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar