Adityawarman adalah pelanjut Dinasti Mauli, penguasa kerajaan Melayu yang sebelumnya beribukota di Dharmasraya. Di kemudian hari, ibukota dari kerajaan ini pindah ke daerah Minangkabau.
Adityawarman adalah putra dari Adwayawarman. Ada pula yang menyebut bahwa Adityawarman adalah putra dari Adwayadwaja, nama seorang pejabat penting Singhasari yang mengantar Arca Amoghapasa untuk hadiah raja Melayu.
Dalam Pararaton dan Kidung Panji Wijayakrama, Adityawarman disebut dengan nama Tuhan Janaka.
Ibunya bernama Dara Jingga, putri kerajaan Melayu. Dalam Ekspedisi Pamalayu, Dara Jingga dan adiknya, Dara Petak, ikut dalam ekspedisi tersebut. Raden Wijaya, pendiri Majapahit, mengambil Dara Petak sebagai permaisuri.
Menurut Pararaton, Jayanegara, raja kedua Majapahit adalah putra Raden Wijaya yang lahir dari Dara Petak. Dengan demikian hubungan antara Adityawarman dengan Jayanagara adalah saudara sepupu. Dengan hubungan kekeluargaan yang begitu dekat, ketika Jayanagara menjadi raja, Adityawarman dikirim sebagai duta besar Majapahit untuk Tiongkok. Dalam kronik Dinasti Yuan, ia disebut dengan nama Sengk'ia-lie-yu-lan.
Pengiriman utusan ini menunjukkan adanya usaha perdamaian antara Majapahit dengan bangsa Mongol setelah terjadinya perselisihan dan peperangan pada masa Singhasari dan zaman Raden Wijaya.
Pada masa pemerintahan Tribhuwana Tunggadewi (adik Jayanagara) Adityawarman diangkat sebagai Wreddhamantri (perdana menteri)
Jadi dengan demikian jelas terlihat kedudukan Adityawarman begitu sangat tinggi di Majapahit melebihi kedudukan dari Gajah Mada pada waktu itu.
Adityawarman menjadi raja di wilayah Pagaruyung, dari salah satu prasasti yang menyebutkan bahwa ia sebagai Suravasawan atau Tuan Surawasa. Surawasa berubah tutur menjadi Suruaso, sebuah nagari yang bersempadanan dengan nagari Pagaruyung sekarang.
Catatan Dinasti Ming menyebut, di San-fo-tsi (Sumatera) terdapat tiga orang raja. Mereka adalah Sengk'ia-li-yu-lan (Adityawarman), Ma-ha-na-po-lin-pang (Maharaja Palembang) dan Ma-na-cha-wu-li (Maharaja Dharmasraya)
Pada tahun 1339, Adityawarman dikirim sebagai uparaja (raja bawahan Majapahit) untuk wilayah Swarnnabhumi (Sumatera) Kemudian pada tahun 1347, Adityawarman mendirikan kerajaan baru bernama Malayapura, sebagai kelanjutan kerajaan Melayu sebelumnya.
Dari prasasti Suruaso menyebutkan, Adityawarman menyelesaikan pembangunan selokan untuk mengairi taman Nandana Sri Surawasa yang kaya akan padi, yang sebelumnya dibuat oleh pamannya, Akrarendrawarman, raja sebelumnya.
Sesuai dengan adat Minangkabau, dapat dipastikan pewarisan dari mamak (paman) kepada kamanakan (keponakan) telah terjadi pada masa tersebut.
Adityawarman memindahkan pusat kerajaannya ke pedalaman (Pagaruyung) adalah sebagai salah satu strategi untuk menghindari konfrontasi langsung dengan kerajaan Majapahit yang pada masa itu sedang gencarnya melakukan penaklukan perluasan wilayah di bawah Gajah Mada karena dari gelar yang disandang oleh Adityawarman jelas menunjukan kesetaraan gelar dengan gelar raja di Majapahit, sehingga hal ini dapat menunjukan bahwa Adityawarman memang melepaskan diri dari pengaruh kerajaan Majapahit. Namun ada juga pendapat lain bahwa Adityawarman pindah ke daerah pedalaman untuk dapat mengontrol sumber emas yang terdapat pada kawasan Bukit Barisan.
Setelah memindahkan pusat pemerintahan ke daerah pedalaman Minang, Adityawarman menyusun sistem pemerintahannya mirip dengan sistem pemerintahan yang ada di Majapahit, dimana ibukota diperintah secara langsung oleh raja, sementara daerah pendukung tetap diperintah oleh Datuk setempat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar