Benang Merah
27 Juni 2020
KANAL BANJIR JAKARTA
KANAL BANJIR JAKARTA adalah saluran air untuk penanggulangan banjir di Batavia.
Digagas oleh Hendrik van Breen, tahun 1913.
Konsep Kanal Banjir adalah mengendalikan aliran air dari hulu sungai dengan mengatur volume air yang masuk ke kota Jakarta. Konsep ini muncul akibat seringnya Batavia mengalami banjir.
Tahun 1911, Burgelijke Openbare Werken (BOW) cikal bakal dari Departemen Pekerjaan Umum, menunjuk van Breen sebagai ketua tim penyusun rencana pencegahan banjir.
Tugas dari BOW adalah menangani pekerjaan yang terkait dengan permasalahan air.
Konsep awal tersebut adalah mengalirkan air dari sungai di hulu Batavia melalui saluran yang dimulai dari selatan kota, saat itu Manggarai, menyusuri tepi barat kota, menuju ke laut yang muaranya berada di Muara Angke.
Saluran yang menyusuri bagian barat Batavia ini dikenal dengan Kanal Banjir Barat.
Tahun 2003, sebagai salah satu upaya mengendalikan banjir di seluruh Jakarta adalah membangun Kanal Banjir Timur.
Rencana ini sebenarnya sudah muncul di Rencana Tata Ruang Jakarta 1985-2005.
Pembangunan saluran Kanal Banjir Barat yang pada era BOW disebut Kanal Banjir Kali Malang ini dimulai tahun 1913.
Kanal Banjir Kali Malang pada awalnya dimulai dari Matraman sampai Karet.
Usulan penggalian Kanal Banjir Kali Malang tersebut diajukan oleh van Breen yang didasarkan pada hasil penelitian terhadap sungai-sungai di Batavia.
Proyek Kanal Banjir Kali Malang dimulai dari Ciliwung, dengan titik awal penggalian di Matraman dan kemudian dari Karet akan diteruskan ke Kali Angke melalui Kanal Krukut yang telah ada.
Saluran tersebut akan menampung luapan air dari Ciliwung, Sungai Krukut dan Sungai Cideng yang kemudian akan dialirkan ke laut.
Tujuan pembuatan kanal ini adalah untuk melindungi area Batavia, Menteng, Gambir, Senen, Harmoni, Kota, Pasar Ikan dan Priok.
Proyek penggalian Kanal Banjir Kali Malang sepanjang 4,5 km seluruhnya dikerjakan dengan tangan. Proyek pembangunan Kanal ini selesai pada tahun 1915.
Setelah proyek pembangunan Kanal Banjir dari Matraman ke Karet selesai, van Breen mengusulkan untuk meneruskan proyek Kanal Banjir tersebut dari Karet sampai Muara Karang.
Pada tanggal 1 November 1915, Gubernur Jenderal menyetujui rencana yang diajukan oleh van Breen untuk melanjutkan proyek Kanal Banjir tahap II dari Karet sampai ke laut di Muara Angke.
Proyek Kanal Banjir Tahap II ini selesai pada tahun 1919.
Kemudian untuk Kanal Banjir Timur yang sekarang dikenal dengan sebutan BKT, dibangun dengan tujuan untuk melindungi wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Utara dari banjir akibat luapan Sungai Cipinang, Sunter, Buaran, Jati Kramat dan Cakung.
Ide pembangunan BKT telah muncul sejak tahun 1973 ketika Pemerintah Belanda melalui The Netherland Engineering Consultant (NEDECO) berkolaborasi dengan Pemerintah Republik Indonesia mengadopsi konsep Kanal Banjir van Breen dan rencana drainase komprehensif untuk seluruh Jawa Barat yang diajukan oleh W.J. van Bloemenstein pada tahun 1940, mencoba mencari solusi untuk mengatasi banjir di bagian timur Jakarta.
Kerjasama tersebut menghasilkan Master Plan of Drainage System dan Flood Control for Jakarta.
Namun proyek pembangunan BKT tidak segera dilaksanakan walaupun Master Plan dan desain BKT telah selesai tahun 1973. Kendala saat itu adalah tidak tersedianya dana yang cukup untuk membiayai proyek.
Pada tahun 1985, Rencana Tata Ruang Jakarta, akan memberi perhatian lebih pada sistem drainase kota sebagai salah satu cara penanggulangan banjir.
Strategi penanggulangan banjir tersebut dibagi dalam 3 zona, zona pusat, zona barat dan zona timur.
Zona Timur akan difokuskan pada penyelesaian proyek di bagian hulu BKT tahun 2005.
Untuk pembuatan BKT, perlu pembebasan lahan seluas 405,28 hektare. Dalam pembuatan Kanal yang sudah direncanakan lebih dari 30 tahun yang lalu itu menghadapi pembebasan tanah yang berjalan alot. Saat ini BKT telah selesai dikerjakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Posting Lebih Baru
Posting Lama
Beranda
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar