06 Juni 2020

Gunung Ciremai, Ki Buyut Mangun Tapa, Nini Pelet & Jaran Goyang

Gunung Ciremai di Kabupaten Cirebon merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat. Tingginya 3.078 meter di atas permukaan laut. Meliputi tiga wilayah Kabupaten yaitu Cirebon, Kuningan dan Majalengka. Selain pesona alamnya yang indah, gunung ini kaya dengan mitos dan hal-hal yang dianggap mistis. Salah satunya legenda Nini Pelet. 

Nini Pelet yang digambarkan sebagai manusia yang berkuasa penghuni Gunung Ciremai. Masyarakat yang tinggal di sekitar gunung ini misalnya warga Kuningan dan Linggarjati sampai sekarang masih percaya pada Nini Pelet. Mereka percaya Gunung Ciremai merupakan singgasana sang nini. Karenanya banyak pantangan yang harus dipatuhi oleh mereka yang berhasil mendaki Gunung Ciremai. Salah satu pantangannya tidak boleh buang air kecil sembarangan. Selain itu, sepanjang jalur pendakian di beberapa pos tertentu yang dianggap wingit, pendaki wajib menyetujui salam dan menginjak tanah tiga kali. Karena selain Nini Pelet, banyak yang meyakini Ciremai juga dihuni beberapa siluman lain yang suka usil dan menganggu pendaki. Ucapan salam itu wajib dilakukan di kawasan Batu Lingga yang dipercaya sebagai tempat semedi Nini Pelet. Di sini terkadang muncul sosok Nyi Linggih dengan dua macan kumbang. Juga di Pekuburan Kuda yang angker, lokasi dikuburkannya 2 ekor kuda milik tentara Jepang. 

Siapakah Nini Pelet? 
Dari cerita yang berkembang, Nini Pelet dulunya manusia biasa yang menguasai ilmu dari aliran hitam. Karena ambisinya tidak ingin menjadi tua alias tetap awet muda selamanya, ia berikhtiar merebut Kitab Mantra Asmara. Buku ampuh berisi berbagai diskusi tentang asmara dan cara memikat lawan jenis. Kitab ini dibuat oleh pendekar sakti Ki Buyut Mangun Tapa. 
Salah satu ajian dari Kitab Mantra Asmara yang sangat terkenal adalah Jaran Goyang. Ajian ini mengajarkan ilmu menaklukkan hati seseorang yang diincar atau yang lebih dikenal dengan sebutan pelet. 
Terbukti setelah berhasil mendapatkan Kitab Mantra Kencana, Nini Pelet memanfaatkan Jaran Goyang untuk menggaet pria-pria muda yang tertarik untuk terlibat. 
Saat itu usia Nini Pelet sudah berumur. Namun berkat ajian ini ia terlihat sangat muda dan menarik. Banyak pria kepincut. Padahal pria itu hanya sebagai tumbal kecantikannya. Setelah Nini Pelet puas mempermainkannya, mereka dihabisi. Nyawa para pria itu sebagai sarana untuk membuatnya tetap awet muda. 
Mengetahui Kitab Mantra Asmara disalahgunakan oleh Nini Pelet, Ki Buyut Mangun Tapa mengutus salah seorang muridnya, Restu Singgih, untuk merebut kembali kitab pusaka itu dari tangan Nini Pelet. Tapi sebelumnya, Restu Singgih telah dibekali banyak ilmu mumpuni oleh gurunya. Cerita ini pernah diangkat dalam bentuk sandiwara radio berjudul Nini Pelet yang disiarkan pada tahun 1980-an. 
Singkat kata, Nini Pelet bisa dikalahkan. 
Kitab Mantra Asmara berhasil direbut kembali, namun Nini Pelet dengan ajian Jaran Goyang tetap melekat pada dirinya. Karena itu ilmu ajian Jaran Goyang akhirnya terbagi menjadi 2 golongan, golongan hitam berasal dari Nini Pelet dan golongan putih bersumber dari ajaran Ki Buyut Mangun Tapa. 
Sampai sekarang Ki Buyut Mangun Tapa dipercaya pernah ada, ia dikenal sebagai sosok pendekar tangguh berbudi luhur. Setelah meninggal, ia dimakamkan di desa Mangun Jaya, Blok Karang Jaya, Indramayu, Jawa Barat. 
Karena dikenal sebagai pencipta ilmu pelet Jaran Goyang, hingga kini makamnya tak pernah sepi dari pengunjung. 

Beberapa peziarah yang datang ke makam Ki Buyut Mangun Tapa mengaku sering melihat harimau siluman saat tengah malam. 
Sementara itu petilasan Nini Pelet dipercaya masih berada di puncak Ciremai. 
Disana juga bersemayam arwah Ki Rempah Mayit, suami Nini Pelet. Disana juga terdapat Batu Lingga, tempat Sunan Gunung Jati bermunajad. 
Setelah Sunan Gunung Jati, seorang wanita yang dikenal dengan Nyi Linggih, bertapa ditempat yang sama ditemani 2 ekor harimau peliharaannya. Namun ternyata wanita itu tak kuat melakukan spiritual, ia meninggal dan kedua harimaunya lenyap entah kemana. Beberapa pendaki mengaku sering melihat wanita ini bersama kedua hewan peliharaannya di Batu Lingga. 

Nama Jaran Goyang diambil dari kuda yang sulit dijinakkan. Jika sudah jinak, kuda dapat dikendalikan. Hal ini dianalogikan dengan perasaan cinta seseorang. 
Kisah Nini Pelet dan Mantra ajian Jaran Goyang sudah menjadi cerita masyarakat yang bermukim di lereng gunung Ciremai 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar