Benang Merah
07 Juni 2020
Cerita Panji
Cerita Panji merupakan sekumpulan cerita yang berkisar pada dua tokoh utama yaitu Raden Panji, pangeran Kerajaan Jenggala dan Dewi Sekartaji, puteri Kerajaan Kediri.
Kedua bangsawan tersebut saling mencinta.
Pada masa Majapahit, Cerita Panji mulai dijadikan karya sastra dalam bentuk puisi maupun prosa berbagai keraton dan dituturkan secara lisan di kalangan umum, sehingga beberapa diantaranya menjadi cerita rakyat populer seperti cerita Keong Mas, Ande ande lumut, Cinde laras, Timun mas dll.
Penamaan "Cerita Panji" didasarkan pada beberapa tokohnya, termasuk tokoh utamanya yang memakai gelar "Panji"
Ini adalah gelar kebangsawanan di Jawa yang sudah dikenal sejak masa Kediri. Istilah tersebut merupakan nama gelar atau jabatan yang masih berhubungan dengan lingkungan istana yang mengacu kepada tokoh kesatria laki-laki yaitu seorang raja, putra, mahkota, pejabat tinggi kerajaan, kepala daerah dll.
Arkeolog Agus Aris Munandar mengatakan bahwa Cerita Panji merupakan "Kisah Nasional Majapahit" karena seringnya digambarkan pada relief dinding candi di masanya.
Ciri khas tokoh Panji dalam penggambaran relief adalah figur pria yang digambarkan memakai tekes penutup kepala serupa blangkon Jawa gaya Surakarta. Badan bagian atas tokoh tersebut digambarkan tidak mengenakan pakaian, sedangkan bagian bawahnya digambarkan memakai kain yang dilipat hingga menutupi paha. Beberapa relief menggambarkan Panji membawa keris yang diselipkan di bagian belakang pinggang atau ada juga yang digambarkan membawa senjata seperti tanduk kerbau.
Hingga sekarang tidak ditemukan naskah-naskah Panji berangka tahun dari periode Majapahit, meskipun berbagai relief candi yang didirikan pada masa kerajaan itu mengabadikan cerita-cerita tersebut. Penulisan cerita Panji baru dilakukan jauh setelahnya.
Naskah Panji tertua yang tersimpan di Indonesia adalah naskah asal Palembang berjudul Panji Angreni. Naskah ini berangka tahun 1795, dikoleksi oleh Perpustakaan Nasional RI
.
Perpustakaan Universitas Leiden menyimpan 260 naskah Cerita Panji dalam delapan bahasa
.
The British Library mengoleksi berbagai naskah Panji dalam sejumlah bahasa
,
terdapat delapan naskah berbahasa Jawa (mulai dari yang bertanggal 1785 M) serta sepuluh naskah berbahasa Melayu yang kebanyakan diperoleh dari daerah semenanjung yang memiliki tradisi wayang kulit (Kelantan dan Kedah) dengan naskah berangka tahun tertua 1787 M.
Sebagai suatu karya sastra yang berkembang dalam masa Jawa Timur klasik, kisah Panji telah cukup mendapat perhatian para ahli. Ada yang telah membicarakannya dari segi kesusastraannya (Cohen Stuart 1853) dari segi kisah yang mandiri (Roorda 1869) atau diperbandingkan dengan berbagai macam cerita Panji yang telah dikenal (Poerbatjaraka 1968)
Menurut C.C Berg, masa penyebaran Cerita Panji di Nusantara berkisar antara tahun 1277 M hingga 1400 M. Ditambahkannya bahwa tentunya telah ada Cerita Panji dalam bahasa Jawa Kuno dalam masa sebelumnya, kemudian cerita tersebut disalin dalam bahasa Jawa Tengahan dan Bahasa Melayu. Berg selanjutnya berpendapat bahwa Cerita Panji mungkin telah populer di kalangan istana raja-raja Jawa Timur, tetapi terdesak oleh derasnya pengaruh Hindu yang datang kemudian. Dalam masa selanjutnya, cerita tersebut dapat berkembang dengan bebas dalam lingkungan istana-istana Bali.
R.M.Ng. Poerbatjaraka membantah pendapat Berg tersebut, berdasarkan alasan bahwa Cerita Panji merupakan suatu bentuk revolusi kesusastraan terhadap tradisi lama (India) Berdasarkan relief tokoh Panji dan para pengiringnya yang diketemukan di daerah Gambyok, Kediri, Poerbatjaraka juga menyetujui pendapat W.F Stutterheim, yang menyatakan bahwa relief tersebut dibuat sekitar tahun 1400 M.
Akhirnya Poerbatjaraka menyimpulkan bahwa mula timbulnya Cerita Panji terjadi dalam zaman keemasan Majapahit. Penyebarannya ke luar Jawa terjadi dalam masa yang lebih kemudian lagi dengan cara penuturan lisan.
Cerita di dalam lakon Panji, berhubungan dengan tokoh-tokoh nyata dalam sejarah Jawa, terutama Jawa Timur.
Tokoh Panji Asmarabangun dihubungkan dengan Sri Kamesywara, raja yang memerintah Kediri sekitar tahun 1180 hingga 1190.
Permaisuri raja ini memiliki nama Sri Kirana, puteri dari Jenggala dan dihubungkan dengan tokoh Candra Kirana.
Selain itu ada pula tokoh seperti Dewi Kilisuci yang konon adalah orang yang sama dengan Sanggramawijaya Tunggadewi, puteri mahkota Airlangga yang menolak untuk naik tahta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Posting Lebih Baru
Posting Lama
Beranda
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar