22 Agustus 2020

Puisi Terlena karya Buya Hamka

Waktu berlalu begitu pantas menipu kita yang terlena. 
Belum sempat berzikir di waktu pagi, hari sudah menjelang siang. 
Belum sempat bersedekah pagi, matahari sudah meninggi. 
Niat pukul 9 pagi hendak sholat Duha, tiba-tiba azan Zuhur sudah terdengar. 
Teringin setiap pagi membaca 1 juz Al-Qur'an, menambah hafalan satu hari satu ayat, itupun tidak dilakukan. 
Rancangan untuk tidak akan melewatkan malam kecuali dengan Tahajud dan Witir walaupun hanya 3 roka'at, semua tinggal angan-angan. 
Beginikah berterusannya nasib hidup menghabiskan umur? 
Sekedar berseronok dengan usia? 
Lalu tiba-tiba menjelmalah usia di angka 30, sebentar kemudian 40, tidak lama terasa menjadi 50 dan kemudian orang mulai memanggil kita dengan panggilan "Kakek Nenek" menandakan usia kita sudah tua. 
Lalu sambil menunggu sakaratul maut tiba, diperlihatkan catatan amal yang pernah kita buat. 
Astaghfirullah, 
Ternyata sedekahku tidak seberapa dan infaq ku cuma sekedarnya saja. 
Mengajarkan ilmu tidak pernah ada. 
Silaturahmi tidak pernah dibuat. 
Justru, apakah roh ini tidak akan melolong, meraung, menjerit menahan kesakitan disaat berpisah dengan tubuh ketika sakaratul maut?
Tambahkan usiaku Ya Allah. 
Aku memerlukan waktu lagi dan lagi dan lagi untuk beramal sebelum Kau akhiri ajalku. 
Belum cukupkah kita menyia-nyiakan waktu selama 30, 40, 50 atau 60 tahun?
Perlu berapa tahun lagikah untuk mengulang pagi, mengulang siang, petang dan malam. 
Perlu berapa minggu, berapa bulan dan berapa tahun lagi agar kita benar-benar bersedia untuk mati. 
Kita tidak pernah merasa kehilangan waktu dan kesempatan untuk menghasilkan pahala. 
Maka 1000 tahun pun tidak akan pernah cukup bagi orang-orang yang terlena 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar