24 Agustus 2020
22 Agustus 2020
Puisi Terlena karya Buya Hamka
KISAH SAMSON
Diriwayatkan bahwa ada seorang hamba Allah yang bernama Sam'un dari Bani Israil. Ia senantiasa berjuang melawan orang–orang kafir, hingga pada suatu saat istrinya bersama orang–orang kafir berencana membunuhnya. Pada suatu malam istrinya mengikat tubuh Sam'un yang sedang tidur lelap dengan rambut milik Sam'un. Setelah Sam'un tidak dapat melawan, maka orang–orang kafir bersama–sama mengarak dan menyiksa Sam'un dengan keji. Namun ketika itu pula Sam'un mendapatkan pertolongan dari Allah. Sam'un berhasil merobohkan istana kaisar dan seluruh masyarakatnya hancur beserta istri dan para kerabat yang mengkhianatinya.
Setelah itu Sam'un menghabiskan waktunya untuk beribadah. Siang hari digunakan untuk berpuasa dan malamnya ia gunakan untuk sholat. Rutinitas tersebut dilakukan Sam'un hingga seribu bulan
Kancil mencuri mentimun
Suatu hari, Sang Kancil mencoba mencuri mentimun dari ladang petani. Ia berhasil mencuri beberapa mentimun, kemudian ia bertemu orang-orangan sawah, lalu mengejeknya karena tidak bisa membuatnya takut. Dia menendang orang-orangan sawah dengan kaki depannya, tetapi kaki depannya tersangkut di orang-orangan sawah yang telah diisi dengan lem oleh petani. Dia mencoba mencabut kakinya, tetapi sia-sia karena lemnya terlalu kuat.
Kemudian, petani datang dan menertawakan Sang Kancil yang telah terperangkap oleh lem pada orang-orangan sawah. Petani tersebut kemudian menempatkannya di dalam kandang selama sisa hari itu.
Malamnya, anjing petani datang untuk melihat Sang Kancil. Anjing itu mengejeknya dan berkata bahwa dia akan dimasak keesokan paginya. Sang Kancil tetap tenang dan santai. Anjing itu menjadi bingung dan bertanya kepadanya.
Kancil berkata "Kamu salah, aku tidak akan dimasak, aku akan menjadi pangeran"
Anjing menjadi lebih bingung
"Aku akan menikahi putri petani dan aku akan menjadi pangeran. Aku merasa kasihan padamu. Semua kesetiaanmu dibayar seperti ini, kamu hanya menjadi anjing. Lihat aku, besok aku akan menjadi pangeran" kata Sang Kancil dengan bangga.
Anjing itu yang merasa didiskriminasi oleh tuannya sendiri, memintanya untuk pindah tempat. Dia berpikir bahwa dengan beralih tempat dengan Sang Kancil, dia akan menjadi pangeran. Jadi dia membuka kandang dan membebaskannya.
Pagi berikutnya, petani itu bingung karena dia tidak melihat kancil dimanapun, sebaliknya dia melihat anjingnya sendiri di dalam kandang mengibas-ngibaskan ekornya
17 Agustus 2020
Dulu Es Batu adalah sajian yang sangat mahal
16 Agustus 2020
Haji Darip, Panglima perang dari Klender
Habib Kuncung
Makam keramat Habib Kuncung, demikian orang menyebut makam yang terletak disamping sebuah Masjid di kawasan Kalibata. Makam Habib Kuncung yang wafat pada usia 93 tahun berada diantara makam keluarga Habib Al Haddad yang sekarang seluruhnya dibuatkan bangunan tertutup untuk memberikan kenyamanan kepada para peziarah yang datang.
Habib Ahmad bin Alwi bin Hasan bin Abdullah Al-Haddad lahir di Qurfha, Hadramaut, Tarim, Yaman, pada tanggal 26 Syaban 1254 H bertepatan dengan 14 November 1838.
Beliau berguru kepada ayahnya sendiri Al Habib Alwi Al Haddad, Al Habib Ali Bin Husein Al Haddad, Al Habib Abdurrahman Bin Abdullah Al Habsyi dan kepada Habib Keramat Empang Bogor, Al Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Attas.
Sejak kecil beliau sudah berdagang sebagaimana halnya Rasulullah. Berdagang membuatnya mengenal wilayah Asia Tenggara, bahkan menuai sukses di Singapura.
Habib Ahmad sering muncul di Majelis Ulama kalangan Habaib di Jakarta yang dipusatkan di kediaman Habib Ali Al-Habsyi Kwitang. Namun beliau lebih dikenal oleh masyarakat Bogor karena banyak menghabiskan waktu disana. Kedekatannya dengan masyarakat Bogor terlihat dari panggilan “Kuncung” yang kemudian melekat pada beliau.
Habib Ahmad dijuluki “Habib Kuncung” karena kerap memakai kopiah pemberian bangsawan Bugis yang berbentuk kerucut atau kuncung (mengecil ke atas)
Kerajaan Bugis memberikan kopiah istimewa karena Habib Ahmad mempunyai karomah yang besar di kalangan bangsawan Bugis masa itu.
Habib Kuncung hidup bak pengembara hingga tak banyak diketahui sejarahnya secara jelas. Dahulu saat menuntut ilmu dan berdagang, beliau selalu berpindah-pindah. Belanda, Malaysia, Singapura, Batavia dan Makassar adalah sebagian tempat yang dijelajahinya. Habib Ahmad bertemu dan menikah dengan isterinya pun di Makassar. Mereka mempunyai satu putera yang meninggal sebelum memberikan keturunan sehingga garis keturunan pun terputus.
Beliau dikenal masyarakat sebagai seorang ulama yang misterius tetapi berilmu tinggi. Habib Kuncung merupakan orang yang memiliki khariqul a'dah atau orang yang memiliki kemampuan lebih diluar kebiasaan manusia umumnya.
Habib Kuncung biasa disebut dalam bahasa kewalian sebagai ahli darkah, maksudnya disaat orang dalam kesulitan dan sangat memerlukan bantuan, maka Habib Kuncung akan muncul dengan tiba-tiba untuk membantu orang tersebut. Banyak orang yang mengalami masalah berat menghadap kepada beliau dan meminta nasihat maupun fatwa. Jika kebetulan dapat bertemu, Habib Kuncung pasti memberikan nasihat yang merujuk pada Al-Qur’an dan Hadits. Meski banyak yang menganggapnya aneh, tetapi orang mengenang Habib Kuncung sebagai pribadi terhormat yang sholeh serta tawadhu (rendah hati, tidak sombong)
Beliau tak pernah mau menerima hadiah, baik uang maupun pakaian dan tampil apa adanya. Beliau tidak ingin orang memujanya secara berlebihan dan mengarah pada pengkultusan. Namun demikian tak ada orang yang meragukan kapasitas Habib Kuncung sebagai Waliyullah. Konon saat prosesi pemakaman Habib Kuncung terjadi hal yang tidak lazim. Habib Kuncung yang semula akan dimakamkan di kompleks pemakaman keluarga Habib Toha bin Ja’far Al Haddad, setelah disholatkan di Masjid At Taubah, jenazahnya tidak bisa diangkat untuk dimasukkan kedalam liang lahat meski sudah mengerahkan tenaga hingga 10 orang. Habib Toha kemudian melaksanakan sholat sunnah bisyaroh dan ternyata shohibul maqom (jenazah) ingin dimakamkan di pemakaman keluarga Habib Abdulloh bin Ja’far Al Haddad, disamping Masjid At Taubah. Ketika masih hidup, Habib Kuncung pernah berpesan kepada Habib Muhammad bin Abdulloh bin Ja’far Al Haddad untuk dibuatkan rumah kecil, artinya disitulah Habib Kuncung ingin dimakamkan, di pemakaman keluarga Abdulloh bin Ja’far Al Haddad. Banyak orang menziarahi makam Habib Kuncung. Orang berziarah sambil merenungkan cara hidup yang harus dijalani dengan tawadhu serta kesholehan yang utuh sebagaimana dicontohkan Rosulullah dan dijalani oleh Habib Kuncung semasa hidupnya.
Di depan makam Habib Kuncung terdapat gentong air yang sudah berusia 85 tahun. Salah satu ritual yang dilakukan peziarah di makam Habib Kuncung adalah meminum air karomah yang ada didalam gentong. Keberadaannya di dekat makam diyakini para peziarah bahwa air didalam gentong secara otomatis juga ikut terdoakan. Itulah sebabnya mengapa dianggap sebagai air yang berkaromah. Namun pendapat ini harus disikapi secara hati-hati, jangan sampai terjadi “kemusyrikan” karena menganggap ada keajaiban setelah meminum air tersebut. Hakekatnya kita berziarah adalah untuk mendoakan Rohimahulloh sebagai bukti kecintaan kepada ulama, serta mengingat mati hingga muncul tekad kuat didalam hati untuk memperbaiki niat dan ibadah kepada Allah. Hal itu berarti bahwa kita juga tidak boleh membandingkan kekuatan Allah dengan selain-Nya, termasuk air.
Makam Habib Kuncung di kawasan Kalibata ini tidak pernah sepi dari para peziarah yang jumlahnya meningkat saat kamis malam jum’at. Ribuan peziarah biasanya memadati makam Habib Kuncung saat peringatan haul shohibul maqom dan maulid Nabi yang biasanya diadakan pada minggu pertama atau minggu ketiga bulan Rabiul Awal, ba’da Ashar
Tenggelamnya kapal van der Wijck, novel karya Buya Hamka
Perdebatan mengenai harta warisan antara Pendekar Sutan dengan mamaknya berujung pada kematian. Pendekar Sutan diasingkan dari Batipuh ke Cilacap selama 12 tahun karena membunuh mamaknya. Setelah bebas, Pendekar Sutan memilih menetap di Makassar dan menikah dengan Daeng Habibah. Akan tetapi, setelah memperoleh seorang anak bernama Zainuddin, Daeng Habibah meninggal dan tak lama setelah itu Zainuddin menjadi yatim piatu.
Ketika beranjak remaja, Zainuddin meminta izin kepada pengasuhnya, Mak Base untuk berangkat ke Minangkabau. Ia telah lama ingin menjumpai tanah asal ayahnya di Batipuh. Namun Zainuddin tidak mendapatkan sambutan baik di tengah-tengah masyarakat yang menarik struktur kekerabatan dari ibu. Ia dianggap tidak memiliki pertalian darah lagi dengan keluarganya di Minangkabau karena meskipun berayah Minang, ibunya berasal dari Bugis. Akibatnya ia merasa terasing dan melalui surat-surat ia kerap mencurahkan kesedihannya kepada Hayati, perempuan keturunan bangsawan Minang yang prihatin terhadapnya.
Setelah Zainuddin dan Hayati sama-sama mulai jatuh cinta, Zainuddin memutuskan pindah ke Padang Panjang karena mamak Hayati memintanya untuk keluar dari Batipuh. Sebelum berpisah, Hayati sempat berjanji kepada Zainuddin untuk selalu setia.
Sewaktu Hayati berkunjung ke Padang Panjang karena hendak menjumpai Zainuddin, Hayati sempat menginap di rumah sahabatnya, Khadijah. Namun, sekembali dari Padang Panjang, Hayati dihadapkan oleh permintaan keluarganya yang telah sepakat untuk menerima pinangan Azis, kakak Khadijah. Aziz yang murni keturunan Minang dan berasal dari keluarga terpandang lebih disukai keluarga Hayati daripada Zainuddin. Meskipun masih mencintai Zainuddin, Hayati akhirnya terpaksa menerima dinikahkan dengan Aziz. Mengetahui Hayati telah menikah dan mengkhianati janjinya, Zainuddin yang sempat berputus asa pergi ke Jawa bersama temannya, Muluk. Tinggal pertama kali di Batavia sebelum akhirnya pindah ke Surabaya.
Di perantauan, Zainuddin menjadi penulis yang terkenal. Pada saat yang sama, Aziz juga pindah ke Surabaya bersama Hayati karena alasan pekerjaan, tetapi rumah tangga mereka akhirnya menjadi berantakan. Setelah Aziz dipecat, mereka menumpang di rumah Zainuddin, tetapi Aziz lalu bunuh diri dan dalam sepucuk surat ia berpesan agar Zainuddin menjaga Hayati. Namun Zainuddin tidak memaafkan kesalahan Hayati. Hayati akhirnya diminta pulang ke Batipuh dengan menaiki kapal van der Wijck. Di tengah-tengah perjalanan, kapal yang dinaiki Hayati tenggelam dan setelah Zainuddin mendengar berita itu ia langsung menuju sebuah rumah sakit di Tuban.
Sebelum kapal tenggelam, Muluk yang menyesali sikap Zainuddin memberi tahu Zainuddin bahwa Hayati sebetulnya masih mencintainya. Namun, tidak lama setelah Zainuddin datang, Hayati meninggal. Sepeninggal Hayati, Zainuddin menjadi sakit-sakitan sampai akhirnya meninggal. Jasadnya dimakamkan di dekat pusara Hayati
Buya Hamka - Terlena
Waktu berlalu begitu pantas menipu kita yang terlena
Belum sempat berzikir di waktu pagi, hari sudah menjelang siang
Belum sempat bersedekah pagi, matahari sudah meninggi
Niat pukul 9 pagi hendak Sholat Duha, tiba-tiba Azan Zuhur sudah terdengar
Teringin setiap pagi membaca 1 juz Al-Qur'an, menambah hafalan satu hari 1 ayat, itu pun tidak dilakukan
Rancangan untuk tidak akan melewatkan malam kecuali dengan Tahajud dan Witir walaupun hanya 3 roka'at, semua tinggal angan-angan
Beginikah berterusannya nasib hidup menghabiskan umur?
Sekedar berseronok dengan usia?
Lalu tiba-tiba menjelmalah usia di angka 30, sebentar kemudian 40, tidak lama terasa menjadi 50 dan kemudian orang mulai memanggil kita dengan panggilan “Tok Wan, Nek, Opah” menandakan kita sudah tua
Lalu sambil menunggu Sakaratul Maut tiba, diperlihatkan catatan amal yang kita pernah buat
Astaghfirullah, ternyata sedekahku tidak seberapa dan infaq ku cuma sekedarnya saja, mengajarkan ilmu tidak pernah ada, silaturahmi tidak pernah dibuat
Justru, apakah roh ini tidak akan melolong, meraung, menjerit menahan kesakitan disaat berpisah dari tubuh ketika Sakaratul Maut
Tambahkan usiaku ya Allah
Aku memerlukan waktu lagi dan lagi untuk beramal sebelum Kau akhiri ajalku
Belum cukupkah kita menyia-nyiakan waktu selama 30, 40, 50 atau 60 tahun?
Perlu berapa tahun lagikah untuk mengulang siang, mengulang pagi, mengulang petang dan malam
Perlu berapa minggu, berapa bulan dan berapa tahun lagi agar kita benar-benar bersedia untuk mati?
Kita tidak pernah merasa kehilangan waktu dan kesempatan untuk menghasilkan pahala
Maka 1000 tahun pun tidak akan pernah cukup bagi orang-orang yang terlena
04 Agustus 2020
SENIMAN SENEN
Pada akhir dekade 1930-an, kawasan Senen mulai didatangi oleh anak-anak muda dari seantero Nusantara. Kebanyakan diantara mereka adalah mahasiswa, aktivis dan pejuang bawah tanah. Disamping itu terdapat pula para pemain sandiwara, pemain musik, pembuat puisi dan penulis cerita yang kemudian hari lebih dikenal dengan sebutan "Seniman Senen"
Diantara para seniman itu adalah Chairil Anwar. Dia kerap mondar-mandir mencari inspirasi dan menulis sajak di pinggiran Stasiun Senen.
Djamaluddin Malik juga merupakan seniman Indonesia yang tumbuh dan besar di kawasan Senen. Diantara para seniman Senen, Djamaluddin dikenal sebagai seorang yang dermawan. Dia menjadi bos atau raja seniman Senen.
Selain nama-nama di atas, para Seniman Senen yang kelak menjadi orang-orang sukses antara lain Usmar Ismail, Misbach Yusa Biran, Sobron Aidit, Soekarno M Noer, Wim Omboh.
Dipilihnya Pasar Senen menjadi tempat berkumpulnya para seniman dikarenakan dekatnya kawasan tersebut dengan Gedung Kesenian Jakarta dan studio film Golden Arrow dan dari sini juga orang bisa mencapai segala penjuru Jakarta dengan biaya amat murah.
Pada era 1950-an, tempat kumpul paling ternama adalah kedai Masakan Padang "Ismail Merapi" Di tempat ini tak hanya para seniman saja yang berkumpul tetapi juga para pencatut, preman dan gelandangan. Disini mereka berbaur hidup dengan penuh kedamaian dan harmonis.
Pada tahun 1968, gubernur Jakarta, Ali Sadikin, meresmikan Taman Ismail Marzuki dan kemudian mendirikan Institut Kesenian Jakarta. Selain sebagai objek wisata, tempat ini juga diperuntukkan bagi para seniman yang hendak mengembangkan bakat dan kemampuannya. Sejak saat itu maka mereduplah nama besar Seniman Senen.
Kini Cikini dengan Taman Ismail Marzuki-nya telah menggantikan Planet Senen sebagai tempat pembiakan para seniman muda