Pieter Erberveld adalah seorang tokoh yang tercatat pernah dihukum mati oleh VOC pada tahun 1721 karena dianggap memimpin konspirasi dan sejumlah kekacauan yang bertujuan menentang kekuasaaan VOC.
Erberveld adalah orang Indo Jerman-Siam, namun kemudian bekerja di Batavia. Nama keluarganya menunjukkan bahwa keluarganya berasal dari Erberveld, yang sekarang menjadi bagian dari kota Wuppertal, Jerman.
Ayahnya datang ke Batavia sebagai penyamak kulit. Setelah ia diangkat sebagai anggota Heemraad untuk mengurusi kepemilikan tanah di daerah Ancol, ia menjadi tuan tanah. Kekayaan ini diwariskan kepada anaknya.
Menurut versi VOC, Erberveld bersekongkol dengan beberapa pejabat Banten di Batavia untuk membunuhi orang Belanda pada suatu perayaan pesta. VOC juga menuduh ia bersekongkol dengan keturunan Untung Surapati di Jawa bagian timur.
Tidak diketahui motivasi Erberveld sesungguhnya, apakah ia memang ingin membantu orang Banten menguasai kembali Batavia atau ia memiliki rencana sendiri apabila Belanda enyah dari sana karena ia sakit hati atas perlakuan Gubernur Jenderal Johan van Hoorn yang telah menyita tanahnya.
Rencana pembunuhan ini bocor karena ada budak yang melapor ke VOC. Versi lain mengatakan kalau Sultan Bantenlah yang membocorkan karena khawatir akan pengaruh Erberveld dan Kartadriya yang akan merongrong kekuasaannya.
Godee Molsbergen, yang menulis tentang peristiwa itu, melihat banyak kejanggalan pada tuduhan yang dialamatkan VOC terhadap Erberveld.
Ia dihukum mati bersama dengan Kartadriya dan 17 orang penduduk asli lainnya di halaman selatan Benteng Batavia, bukan di halaman Balai Kota.
Pelaksanaan hukuman mati itu digambarkan sangat sadis, dilakukan dengan menarik kedua tangan dan kaki, masing-masing diikat pada seekor kuda. Akibatnya, tubuhnya terpotong-potong.
Hal ini dilakukan VOC untuk memberikan efek jera kepada penduduk agar tidak lagi mencoba-coba melakukan perlawanan pada mereka.
Tubuh Erberveld dimakamkan di suatu sudut di Jalan Pangeran Jayakarta dan kemudian didirikan suatu tugu peringatan.
Di tugu itu dipajang tengkorak Erberveld yang ditusuk tombak dan di bawahnya terdapat prasasti.
Saat kedatangan Jepang tahun 1942, tugu itu dihancurkan, namun prasastinya dapat diselamatkan. Replikanya kemudian didirikan kembali. Sejak tahun 1985, tugu itu kemudian dipindahkan ke Museum Prasasti Jakarta karena tempat tugu itu berdiri dijadikan showroom mobil.
Kampung tempat makam ini sekarang dinamakan Kampung Pecah Kulit. Konon karena kulit Erberveld terkelupas akibat hukuman itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar