Peristiwa Gedoran Depok, tak lepas dari sejarah awal berdirinya Depok oleh Cornelis Chastelein (1657-1714) saudagar VOC yang memerdekakan orang Depok. Cornelis Chastelein menjadi tuan tanah yang kemudian menjadikan Depok memiliki pemerintahan sendiri, lepas dari pengaruh dan campur tangan dari luar.
Cornelis Chastelein mewariskan seluruh tanahnya kepada 12 marga budaknya yang berasal dari berbagai suku di Indonesia dan memerdekakan mereka dalam wasiat yang dibuatnya sebelum meninggal.
Meski bermuka pribumi dan berkulit coklat, 12 marga dan keturunan mereka bergaya hidup seperti orang Eropa. Mereka inilah yang disebut sebagai 'Belanda Depok' dan sehari-hari mereka menggunakan bahasa Belanda.
Sejarah juga menyebut Depok sudah lebih dulu merdeka sejak 28 Juni 1714. Mereka punya tatanan pemerintahan sendiri yakni Gemeente Bestuur Depok, yang bercorak Republik. Pimpinannya seorang Presiden yang dipilih tiga tahun sekali melalui pemilu. Daerah otonomi Chastelin ini dikenal dengan sebutan Het Gemeente Bestuur Van Het Particuliere Land Depok, dan ternyata pemerintah Belanda di Batavia menyetujui pemerintahan Chastelin ini dan menjadikannya sebagai kepala negara Depok yang pertama.
Tak ayal jika mereka enggan bergabung dengan Republik baru bernama Indonesia, mengingat mereka sudah merdeka dan sudah punya Presiden sebelum Proklamasi Republik Indonesia.
Karena Depok tidak mengakui Proklamasi 17 Agustus 1945, akibatnya wilayah yang berjarak hanya beberapa kilometer dari Jakarta, diserbu para pejuang kemerdekaan. Depok dikepung dari seluruh penjuru mata angin. Depok dijarah, takluk di bawah todongan senjata. Orang Depok dipaksa mengibarkan bendera Merah Putih dan teriak Merdeka. Siapapun yang membangkang kena hantam.
Huru-hara yang meletus pada tanggal 11 Oktober 1945 itu dikenal dengan Peristiwa Gedoran Depok.
Namun tak berlangsung lama, NICA kembali menguasai Depok. Pasukan NICA yang datang membonceng Sekutu, menyerbu Depok untuk membebaskan orang Depok yang ditawan TKR.
Pejuang berhasil dipukul mundur dan tawanan wanita dan anak-anak Depok dibebaskan, dibawa ke kamp pengungsian di Kedunghalang, Bogor.
Kantor Gemeente Bestuur yang tadinya dijadikan markas TKR, berubah menjadi markas NICA. Memasuki bulan November, para pejuang yang tercerai-berai kembali menjalin koordinasi dan menyusun kekuatan. Mereka berencana merebut kembali Depok dari tangan NICA. Para pejuang bersepakat menyerbu Depok tanggal 16 November 1945. Sandi perangnya adalah Serangan Kilat.
Pada saat itulah, Margonda berencana kembali merebut Depok bersama para pejuang lain. Di antara ratusan pejuang yang gugur hari itu terdapat Margonda, pimpinan AMRI.
Margonda gugur 16 November 1945 di Kali Bata, bukan Kalibata Jakarta, tapi Kali Bata Depok. Daerah bersungai di kawasan Pancoran mas dan bermuara di Ciliwung.
Peristiwa Gedoran Depok, sering disebut sebagai revolusi sosial di pinggiran Jakarta. Melalui peristiwa ini lahir tokoh-tokoh seperti Margonda, Tole Iskandar dan Mochtar Sawangan. Nama pejuang itu kini diabadikan sebagai nama jalan utama di Kota Depok.