26 Februari 2022

Arung Palakka

ARUNG PALAKKA, JAGOAN BATAVIA dari Bugis. 

Jauh sebelum menaklukan Sultan Hasanuddin di Selat Buton, Arung Palakka adalah seorang jagoan tanpa tanding yang ditakuti di seantero Batavia. 
Lelaki gagah berambut panjang dan matanya menyala-nyala ini memiliki nama yang menggetarkan seluruh jagoan dan pendekar di Batavia. 
Keperkasaan seakan dititahkan untuk selalu bersemayam bersamanya. 
Pria Bugis dengan badik yang sanggup memburai usus ini sudah malang melintang di Batavia sejak tahun 1660 ketika ia bersama pengikutnya melarikan diri dari cengkeraman Makassar.

Batavia di abad ke-17 adalah arena dimana kekerasan seakan dilegalisir demi pencapaian tujuan. 
Dimasa Gubernur Jenderal Joan Maetsueyker, kekerasan adalah udara yang menjadi napas bagi kelangsungan sistem kolonial. 
Kekerasan adalah satu-satunya mekanisme untuk menciptakan ketundukan pada bangsa yang harus dihardik dulu agar taat dan siap menjadi sekrup kecil dari pasang naik kolonialisme Eropa. 
Kekerasan itu seakan meneguhkan apa yang dikatakan filsuf Thomas Hobbes, bahwa manusia pada dasarnya jahat dan laksana srigala yang saling memangsa sesamanya. Pada titik inilah Arung Palakka menjadi seorang perkasa bagi sesamanya.

Saya menemukan nama Arung Palakka saat membaca sebuah arsip di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) 
Saya juga membaca sebuah novel yang berisikan data sejarah tentang Batavia dimasa silam dengan sejarah kelam yang membuat bulu kuduk bergidik. 
Selama beberapa hari ini, sejarah Batavia seakan berpusar terus di benak saya. Berbagai referensi itu menyimpan sekelumit kisah tentang pria yang patungnya dipahat dan berdiri gagah di tengah Kota Watampone.

Arung Palakka adalah potret keterasingan dan menyimpan magma semangat yang menggebu-gebu untuk penaklukan. 
Ia terasing dari bangsanya, bangsa Bugis yang kebebasannya terpasung. 
Namun ia bebas sebebas merpati yang melesat dan meninggalkan jejak di Batavia. Ia sang penakluk yang terasing dari bangsanya. 
Malang melintang di kota sebesar Batavia, keperkasaannya kian memuncak tatkala ia membangun persekutuan yang menakutkan bersama dua tokoh terasing lainnya yaitu pria Belanda bernama Cornelis Janszoon Speelman dan seorang Ambon yang juga perkasa bernama Kapiten Jonker. 
Ketiganya membangun persekutuan rahasia dan memegang kendali atas VOC pada masanya, termasuk monopoli perdagangan emas dan hasil bumi.
Ketiga tokoh yang teralienasi ini adalah horor bagi jagoan dimasa itu. 
Speelman adalah petinggi VOC yang jauh dari pergaulan VOC. Dia tersisih dari pergaulan karena terbukti terlibat dalam sebuah perdagangan gelap saat masih menjabat sebagai Gubernur VOC di Coromandel tahun 1665. 
Arung Palakka adalah pangeran Bugis yang hidup terjajah dalam tawanan Makassar. 
Ia memberontak dan bersama pengikutnya melarikan diri ke Batavia. 
VOC menyambutnya dengan baik dan memberikan daerah di pinggiran Kali Angke hingga serdadu Bugis ini disebut To Angke atau orang Angke. 
Sedang Kapiten Jonker adalah seorang panglima yang berasal dari Pulau Manipa, Ambon. 
Dia punya banyak pengikut setia, namun tidak pernah menguasai satu daerah dimana orang mengakuinya sebagai daulat. 
Akhirnya dia bergabung dengan VOC di Batavia. Rumah dan tanah luas di daerah Marunda dekat Cilincing diberikan VOC kepadanya. 

Sumber : grup FB Bugis 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar