25 April 2022
LANANGE JAGAT
31 Maret 2022
Riwayat seorang majusi (penyembah api) masuk surga karena memuliakan bulan Romadhon
13 Maret 2022
WS Rendra - Demi orang-orang Rangkasbitung
Nama saya Multatuli.
Datang dari masa lalu.
Dahulu abdi Kerajaan Belanda,
Ditugaskan di Rangkasbitung,
ibukota Lebak saat itu.
Satu pengalaman penuh ujian,
Rakyat ditindas oleh bupadi mereka sendiri.
Petani hanya bisa berkeringat,
Tidak bisa tertawa,
Dan hak pribadi diperkosa.
Demi kepentingan penjajahan,
Kerajaan Belanda bersekutu dengan
kejahatan ini.
Sia-sia saya mencegahnya.
Kalah dan tidak berdaya.
Saya telah menyaksikan
bagaimana keadilan telah dikalahkan
oleh para penguasa
dengan gaya yang anggun
dan sikap yang gagah.
Tanpa ada ungkapan kekejaman
di wajah mereka.
Dengan bahasa yang rapi
mereka keluarkan keputusan-keputusan
yang tidak adil terhadap rakyat.
Serta dengan budi bahasa yang halus
mereka saling membagi keuntungan
yang mereka dapat dari rakyat
yang kehilangan tanah dan ternaknya.
Ya, semuanya dilakukan
sebagai suatu kewajaran.
Dan bangsa kami di negeri Belanda
pada hari minggu berpakaian rapi,
berdoa dengan tekun.
Sesudah itu bersantap bersama,
menghayati gaya peradaban tinggi,
bersama sanak keluarga,
menghindari perkataan kotor,
dan selalu berbicara
dalam tata bahasa yang patut,
sambil membanggakan keuntungan besar
di dalam perdagangan kopi,
sebagai hasil yang efisien
dari tanam paksa di tanah jajahan.
Dengan perasaan mulia dan bangga
kami berbicara
tentang suksesnya penaklukan dan penjajahan.
Ya, begitulah.
Kami selalu mencuci tangan sebelum makan
dan kami meletakkan serbet
di pangkuan kami.
Dengan kemuliaan yang sama pula
ketika kami memerintahkan para marsose
agar membantai orang-orang Maluku dan
orang-orang Jawa
yang mencoba mempertahankan
kedaulatan mereka!
Ya, kami adalah bangsa
yang tidak pernah lupa mencuci tangan.
Kita bisa menjadi sangat lelah
apabila merenungkan gambaran kemanusiaan
dewasa ini.
Orang Belanda dahulu
juga mempunyai keluh kesah yang sama
apabila berbicara tentang keadaan mereka
di zaman penjajahan oleh Spanyol.
Mereka memberi nama yang buruk
kepada Pangeran Alba yang sangat menindas.
Tetapi sekarang pakah mereka lebih baik
dari Pangeran yang jahat itu?
Tentu tidak hanya saya
yang merasa gelisah
terhadap dawat hitam
yang menodai iman kita.
Pikiran yang lurus menjadi bercela
karena tidak pernah bisa tuntas
dalam menangani keadilan.
Sementara waktu terus berjalan
dan terus memperlihatkan keluasan
keadaannya.
Kita tidak bisa seimbang
dalam menciptakan keluasan ruang
di dalam pemikiran kita.
Memang kita telah bisa berpikir
lebih canggih dan kompleks,
tetapi belum bisa lebih bebas
tanpa sekat-sekat
dibanding dengan keluasan waktu.
Bagaimana keadilan bisa ditangani
dengan pikiran yang selalu tersekat-sekat?
Ya, saya rasa kita memang lelah.
Tetapi kita tidak boleh berhenti di sini.
Bukankah keadaan keadilan disini
belum lebih baik dari zaman penjajahan?
Dahulu rakyat Rangkasbitung
tidak mempunyai hak hukum
apabila mereka berhadapan kepentingan
dengan Adipati Lebak.
Sekarang
apakah rakyat kecil
sudah mempunyai hak hukum
apabila mereka berhadapan kepentingan
dengan Adipati-adipati masa kini?
Dahulu
Adipati Lebak bisa lolos dari hukum.
Sekarang
Adipati-adipati yang kejam dan serakah
apakah sudah bisa dituntut oleh hukum?
Bukankah kemerdekaan yang sempurna itu
adalah kemerdekaan negara dan bangsa?
Negara anda sudah merdeka.
Tetapi apakah bangsa anda juga
sudah merdeka?
Apakah bangsa tanpa hak hukum
bisa disebut bangsa merdeka?
Para pemimpin negara-negara maju
bisa menitikkan air mata
apabila mereka berbicara tentang democratie
kepada para putranya.
Tetapi dari kolam renang
dengan sangat santai dan penuh kewajaran
mereka mengangkat telefon
untuk memberikan dukungan
kepada para tiran dari negara lain
demi keuntungan-keuntungan materi bangsa
mereka sendiri.
Oh! Ya, Tuhan!
Saya mengatakan semua ini
sambil merasakan rasa lemas
yang menghinggapi seluruh tubuh saya.
Saya mencoba tetap bisa berdiri
meskipun rasanya
tulang-tulang sudah hilang dari tubuh saya.
Saya sedang melawan perasaan sia-sia.
Saya melihat
negara-negara maju memberikan
bantuan ekonomi.
Dan sebagai hasilnya
banyak rakyat dari dunia berkembang
kehilangan tanah mereka,
supaya orang kaya bisa main golf,
atau supaya ada bendungan
yang memberikan sumber tenaga listrik
bagi industri dengan modal asing.
Dan para rakyat yang malang itu, ya Tuhan,
mendapat ganti rugi
untuk setiap satu meter persegi dari tanahnya
dengan uang yang sama nilainya
dengan satu pak sigaret bikinan Amerika.
Barangkali kehadiran saya sekarang
mulai tidak mengenakkan suasana?
Keadaan ini dulu sudah saya alami.
Apakah orang seperti saya harus dilanda
oleh sejarah?
Tetapi ingat:
sementara sejarah selalu melahirkan
masalah ketidakadilan,
tetapi ia juga selalu melahirkan
orang seperti saya.
Menyadari hal ini
tidak lagi saya merasa sia-sia atau tidak sia-sia.
Tuan-tuan, para penguasa di dunia,
kita sama-sama memahami sejarah.
Senang atau tidak senang
ternyata tuan-tuan tidak bisa
meniadakan saya.
Nama saya Multatuli
Saya bukan buku yang bisa dilarang
dan dibakar.
Juga bukan benteng yang bisa
dihancurleburkan.
Saya Multatuli
Sebagian dari nurani tuan-tuan sendiri.
Oleh karena itu
saya tidak bisa disamaratakan dengan tanah.
Tuan-tuan, para penguasa di dunia,
apabila ada keadaan yang celaka,
apakah perlu ditambah celaka lagi?
Pada intinya inilah pertanyaan sejarah
kepada anda semua.
Tuan-tuan dan nyonya-nyonya
yang hadir disini,
setelah memahami sejarah,
saya betul tidak lagi merasa sepi.
Dan memang tidak relevan lagi bagi saya
untuk merasa sia-sia atau tidak sia-sia,
sebab jelaslah sudah kewajiban saya.
ialah: hadir dan mengalir.
Tuan-tuan dan nyonya-nyonya,
terima kasih.
Bojong Gede, 5 Nopember 1990
27 Februari 2022
KOTAK PANDORA
Maria van Engels
Maria Van Engels atau lebih dikenal dengan panggilan Jidah Enon adalah menantu dari Habib Ali Kwitang.
PRASASTI CALCUTA
- // svasti // tribhira piguna airu petonŗņa āvvidhānesthi tautathā pralaye aguņaiti yaħ prasiddhasta smaidhāthre namas satatam
- agaņi vikrama guruņā praņam yamānas surādhipe nasadã piyas trivikrama iti prathito loke namasta smai
- Selamat! Hormat selalu baginya, yang diberkati dengan ketiga guna ketika takdir para manusia telah ditetapkan, hingga ketika kehancuran telah diatur, demikian bagi Pencipta tidak memiliki guna
- Hormat baginya, demikianlah triwikarma yang dikenal dunia oleh langkah yang besar tanpa perhitungan, juga selalu hormat oleh pikiran raja para dewa
Peter Brian Ramsey Carey, sejarawan asal Inggris, meminta Pemerintah Indonesia melakukan pendekatan kepada Pemerintah India dan keluarga Lord Minto, untuk dapat memulangkan Prasasti ini sebab prasasti ini dalam kondisi kurang terawat dan tergeletak terkena hujan dan panas diluar gudang Museum Kalkuta, namun kepastian pengembalian prasasti penting tersebut belum jelas hingga kini
26 Februari 2022
Arung Palakka
ANDJING NICA
Batalyon ini dibentuk di Bandung pada tanggal 2 Desember 1945, pada masa konflik dan kekacauan sosial sejak takluknya Jepang kepada Sekutu.
Batalyon ini terdiri dari bekas tawanan perang dan interniran orang Belanda dan indo, serta orang pribumi yang mendaftar seperti Ambon, Manado, Timor.
Komandan batalyon pertama ialah Kapten J.C. Pascua. Batalyon ini dilatih di gedung bekas Akademi Militer Kerajaan di Bandung.
Julukan 'Andjing NICA' karena mereka menggunakan lencana 'anjing menyalak' sebagai identitas batalyon.
Pada awalnya batalyon ini melakukan patroli dan operasi pembersihan di wilayah Cimahi. Setelah kedatangan tiga batalyon militer sukarelawan dari Belanda pada bulan April 1946 maka daerah operasi merekapun diperluas, sehingga mencakup Bandung utara dan selatan.
Pada masa Agresi Militer 1, batalyon ini memulai operasi dari Bandung, kemudian ke Palintang, Tanjungsari, Cirebon, Tegal, Purwokerto dan Gombong. Batalyon ini juga diterjunkan di Pangandaran serta Karanganyar.
Pada masa gencatan senjata setelah Agresi Militer I, batalyon ini melakukan operasi di Kroya dan Ajibarang.
Pada masa Agresi Militer 2, batalyon ini bergerak dari Gombong ke Purworejo, kemudian ke Magelang.
Saat Perjanjian Roem Roijen, batalyon ini ditugaskan untuk mengamankan jalur evakuasi Salam, Muntilan, Pabelan dan Blondo. Selanjutnya tugas batalyon ini beralih pada penjagaan keamanan.