25 April 2022

LANANGE JAGAT

Arti julukan "Lanange Jagat" itu sebenarnya adalah penilaian global. Bukan sekedar dari fisiknya yang tampan lagi sakti, tapi dari sifat dan keiikhlasannya dalam mengemban amanah. Sekali berkata, pantang untuk mengulangi dan mengubah keputusannya. Dengan musuhpun berlaku jujur, tidak pernah curang dalam peperangan, selalu hormat kepada orang lain yang lebih tua walau musuh sekalipun. Bahkan yang pertama kali menyebutnya sebagai "Lanange Jagat" adalah musuh dalam perangnya karena sifat yang dimilikinya menunjukan sebagai Kesatria, tidak pernah menantang, tetapi jika ditantang pantang untuk mundur. 
Dari postur tubuh dia tidak menunjukan seorang prajurit, tidak tinggi besar berotot, tubuhnya sedang dan kelihatan biasa, tatapan matanya menunduk, tapi karena kepribadiannyalah yang bisa dibilang mendekati sempurna, maka dia disebut Lanange Jagat atau Lelaki Sejati. 

Tokoh dalam pewayangan yang disebut lanange jagad adalah Raden Arjuna 


31 Maret 2022

Riwayat seorang majusi (penyembah api) masuk surga karena memuliakan bulan Romadhon

Suatu siang di bulan Romadhon, disaat umat muslim melaksanakan puasa, anak dari seorang majusi tersebut makan di tengah pasar. Ketika anak tersebut sedang menikmati
makanannya, tiba-tiba ayahnya datang, lalu menyeret dan memukulnya sambil berkata “Seharusnya kamu pandai menghormati umat islam yang sedang melaksanakan puasa Romadhon. Mengapa
kamu tidak tahu diri makan di tengah-tengah pasar?” 

Setelah beberapa tahun kemudian, orang majusi tersebut meninggal dunia. 

Suatu malam, ada seorang 'alim bermimpi bertemu dengan orang majusi tersebut. Orang 'alim tersebut melihat orang majusi tersebut duduk diatas ranjang yang indah didalam surga. Lalu orang 'alim tersebut bertanya kepada orang majusi tersebut “Bukankah anda seorang majusi? Mengapa anda bisa berada di tempat ini?” 
Maka orang majusi tersebut menjawab “Memang,
pada awalnya aku seorang majusi, tetapi menjelang ajalku, aku mendengar seruan dari atasku 'Hai para malaikat, jangan biarkan ia mati tersesat dengan membawa agama majusinya, angkatlah dia menjadi seorang muslim terhormat, sebab ia telah menghormati bulan suci Romadhon' 


13 Maret 2022

WS Rendra - Demi orang-orang Rangkasbitung

Tuan-tuan dan nyonya-nyonya, 
Salam sejahtera. 
Nama saya Multatuli. 
Datang dari masa lalu. 
Dahulu abdi Kerajaan Belanda, 
Ditugaskan di Rangkasbitung, 
ibukota Lebak saat itu. 
Satu pengalaman penuh ujian, 
Rakyat ditindas oleh bupadi mereka sendiri.
Petani hanya bisa berkeringat,
Tidak bisa tertawa,
Dan hak pribadi diperkosa.

Demi kepentingan penjajahan,
Kerajaan Belanda bersekutu dengan
kejahatan ini.
Sia-sia saya mencegahnya.
Kalah dan tidak berdaya.

Saya telah menyaksikan
bagaimana keadilan telah dikalahkan
oleh para penguasa
dengan gaya yang anggun
dan sikap yang gagah.
Tanpa ada ungkapan kekejaman
di wajah mereka.
Dengan bahasa yang rapi
mereka keluarkan keputusan-keputusan
yang tidak adil terhadap rakyat.
Serta dengan budi bahasa yang halus
mereka saling membagi keuntungan
yang mereka dapat dari rakyat
yang kehilangan tanah dan ternaknya.
Ya, semuanya dilakukan
sebagai suatu kewajaran.

Dan bangsa kami di negeri Belanda
pada hari minggu berpakaian rapi,
berdoa dengan tekun.
Sesudah itu bersantap bersama,
menghayati gaya peradaban tinggi,
bersama sanak keluarga,
menghindari perkataan kotor,
dan selalu berbicara
dalam tata bahasa yang patut,
sambil membanggakan keuntungan besar
di dalam perdagangan kopi,
sebagai hasil yang efisien
dari tanam paksa di tanah jajahan.
Dengan perasaan mulia dan bangga
kami berbicara
tentang suksesnya penaklukan dan penjajahan.
Ya, begitulah.
Kami selalu mencuci tangan sebelum makan
dan kami meletakkan serbet
di pangkuan kami.
Dengan kemuliaan yang sama pula
ketika kami memerintahkan para marsose
agar membantai orang-orang Maluku dan
orang-orang Jawa
yang mencoba mempertahankan
kedaulatan mereka!
Ya, kami adalah bangsa
yang tidak pernah lupa mencuci tangan.

Kita bisa menjadi sangat lelah
apabila merenungkan gambaran kemanusiaan
dewasa ini.
Orang Belanda dahulu
juga mempunyai keluh kesah yang sama
apabila berbicara tentang keadaan mereka
di zaman penjajahan oleh Spanyol.
Mereka memberi nama yang buruk
kepada Pangeran Alba yang sangat menindas.
Tetapi sekarang pakah mereka lebih baik
dari Pangeran yang jahat itu?

Tentu tidak hanya saya
yang merasa gelisah
terhadap dawat hitam
yang menodai iman kita.
Pikiran yang lurus menjadi bercela
karena tidak pernah bisa tuntas
dalam menangani keadilan.
Sementara waktu terus berjalan
dan terus memperlihatkan keluasan
keadaannya.
Kita tidak bisa seimbang
dalam menciptakan keluasan ruang
di dalam pemikiran kita.
Memang kita telah bisa berpikir
lebih canggih dan kompleks,
tetapi belum bisa lebih bebas
tanpa sekat-sekat
dibanding dengan keluasan waktu.
Bagaimana keadilan bisa ditangani
dengan pikiran yang selalu tersekat-sekat?
Ya, saya rasa kita memang lelah.
Tetapi kita tidak boleh berhenti di sini.

Bukankah keadaan keadilan disini
belum lebih baik dari zaman penjajahan?
Dahulu rakyat Rangkasbitung
tidak mempunyai hak hukum
apabila mereka berhadapan kepentingan
dengan Adipati Lebak.
Sekarang
apakah rakyat kecil
sudah mempunyai hak hukum
apabila mereka berhadapan kepentingan
dengan Adipati-adipati masa kini?
Dahulu
Adipati Lebak bisa lolos dari hukum.
Sekarang
Adipati-adipati yang kejam dan serakah
apakah sudah bisa dituntut oleh hukum?
Bukankah kemerdekaan yang sempurna itu
adalah kemerdekaan negara dan bangsa?
Negara anda sudah merdeka.
Tetapi apakah bangsa anda juga
sudah merdeka?
Apakah bangsa tanpa hak hukum
bisa disebut bangsa merdeka?

Para pemimpin negara-negara maju
bisa menitikkan air mata
apabila mereka berbicara tentang democratie
kepada para putranya.
Tetapi dari kolam renang
dengan sangat santai dan penuh kewajaran
mereka mengangkat telefon
untuk memberikan dukungan
kepada para tiran dari negara lain
demi keuntungan-keuntungan materi bangsa
mereka sendiri.

Oh! Ya, Tuhan!
Saya mengatakan semua ini
sambil merasakan rasa lemas
yang menghinggapi seluruh tubuh saya.
Saya mencoba tetap bisa berdiri
meskipun rasanya
tulang-tulang sudah hilang dari tubuh saya.
Saya sedang melawan perasaan sia-sia.
Saya melihat
negara-negara maju memberikan
bantuan ekonomi.
Dan sebagai hasilnya
banyak rakyat dari dunia berkembang
kehilangan tanah mereka,
supaya orang kaya bisa main golf,
atau supaya ada bendungan
yang memberikan sumber tenaga listrik
bagi industri dengan modal asing.
Dan para rakyat yang malang itu, ya Tuhan,
mendapat ganti rugi
untuk setiap satu meter persegi dari tanahnya
dengan uang yang sama nilainya
dengan satu pak sigaret bikinan Amerika.

Barangkali kehadiran saya sekarang
mulai tidak mengenakkan suasana?
Keadaan ini dulu sudah saya alami.
Apakah orang seperti saya harus dilanda
oleh sejarah?
Tetapi ingat:
sementara sejarah selalu melahirkan
masalah ketidakadilan,
tetapi ia juga selalu melahirkan
orang seperti saya.
Menyadari hal ini
tidak lagi saya merasa sia-sia atau tidak sia-sia.

Tuan-tuan, para penguasa di dunia,
kita sama-sama memahami sejarah.
Senang atau tidak senang
ternyata tuan-tuan tidak bisa
meniadakan saya.
Nama saya Multatuli
Saya bukan buku yang bisa dilarang
dan dibakar.
Juga bukan benteng yang bisa
dihancurleburkan.
Saya Multatuli
Sebagian dari nurani tuan-tuan sendiri.
Oleh karena itu
saya tidak bisa disamaratakan dengan tanah.

Tuan-tuan, para penguasa di dunia,
apabila ada keadaan yang celaka,
apakah perlu ditambah celaka lagi?
Pada intinya inilah pertanyaan sejarah
kepada anda semua.
Tuan-tuan dan nyonya-nyonya
yang hadir disini,
setelah memahami sejarah,
saya betul tidak lagi merasa sepi.
Dan memang tidak relevan lagi bagi saya
untuk merasa sia-sia atau tidak sia-sia,
sebab jelaslah sudah kewajiban saya.
ialah: hadir dan mengalir.

Tuan-tuan dan nyonya-nyonya,
terima kasih.

Bojong Gede, 5 Nopember 1990 

27 Februari 2022

KOTAK PANDORA

Kotak Pandora adalah mitologi Yunani. 
Kotak indah yang diberikan oleh para dewa kepada wanita manusia pertama "Pandora" pada pesta pernikahan Pandora dengan Epimetheus. 
Akan tetapi Pandora dilarang untuk membuka kotak tersebut.
Namun, Pandora amat penasaran dengan isi kotak itu dan ia pun membukanya. 
Ternyata kotak itu berisi segala macam teror dan hal buruk bagi manusia, antara lain masa tua, rasa sakit, kegilaan, wabah penyakit, keserakahan, pencurian, dusta, kedengkian, kelaparan dan berbagai malapetaka lainnya.
Dan dengan terbukanya kotak itu, segala kejahatan pun berhasil bebas dan menjangkiti umat manusia. 
Semua keburukan itu merupakan hukuman dari Zeus atas tindakan pencurian api Olimpus oleh Prometheus.
Pandora amat menyesali perbuatannya. Ketika ia kembali melihat ke dalam kotak, ada satu hal yang masih tersisa di dalam kotak dan tak mampu terbang bebas, hal tersebut adalah harapan. 


Maria van Engels


Bismillahirrohmanirrohiim 
Maria Van Engels atau lebih dikenal dengan panggilan Jidah Enon adalah menantu dari Habib Ali Kwitang. 
Ayahnya seorang Belanda bernama belakang Van Engels, sementara ibunya adalah seorang wanita asal Wonosobo. Mereka menikah saat ayahnya bertugas di ondernaming (perkebunan) teh di Dieng. Pasangan ini dikaruniai dua puteri, yaitu Maria dan Lies van Engels.

Pada suatu malam di tahun 1961, Maria yang sedang sakit menginginkan semua keluarga disisinya. Saat pemakamannya, hadir pula sejumlah ulama dan kyai terkemuka di Jakarta, diantaranya KH. Abdullah Syafi'ie, KH. Tohir Rohili dan KH. Noer Ali. 
Keluarganya sempat mengirimkan telegram ke adiknya Lies, yang saat itu telah bermukim di negeri Belanda. 

Salah satu cucunya dari anak yang bernama Salmah, yaitu Alwi Shahab, merupakan salah satu wartawan dan budayawan betawi terkemuka di Indonesia. 

Semasa mudanya, Maria bekerja di toko penjahit. Ia menikah dengan putera sulung Habib Ali Kwitang yang bernama Abdrurrahman sekitar tahun 1880. Suaminya wafat pada tahun 1940. Dari perkawinannya dengan Abdurrahman, ia memiliki beberapa putera-puteri, diantaranya Salmah (Endah Dame) dan Muchdor. 

Alfatehah khususon Ruhi Jidah Enon,,, 

PRASASTI CALCUTA

  1. // svasti // tribhira piguna airu petonŗņa āvvidhānesthi tautathā pralaye aguņaiti yaħ prasiddhasta smaidhāthre namas satatam
  2. agaņi vikrama guruņā praņam yamānas surādhipe nasadã piyas trivikrama iti prathito loke namasta smai 
  1. Selamat! Hormat selalu baginya, yang diberkati dengan ketiga guna ketika takdir para manusia telah ditetapkan, hingga ketika kehancuran telah diatur, demikian bagi Pencipta tidak memiliki guna
  2. Hormat baginya, demikianlah triwikarma yang dikenal dunia oleh langkah yang besar tanpa perhitungan, juga selalu hormat oleh pikiran raja para dewa 

Peter Brian Ramsey Carey, sejarawan asal Inggris, meminta Pemerintah Indonesia melakukan pendekatan kepada Pemerintah India dan keluarga Lord Minto, untuk dapat memulangkan Prasasti ini sebab prasasti ini dalam kondisi kurang terawat dan tergeletak terkena hujan dan panas diluar gudang Museum Kalkuta, namun kepastian pengembalian prasasti penting tersebut belum jelas hingga kini 




26 Februari 2022

Arung Palakka

ARUNG PALAKKA, JAGOAN BATAVIA dari Bugis. 

Jauh sebelum menaklukan Sultan Hasanuddin di Selat Buton, Arung Palakka adalah seorang jagoan tanpa tanding yang ditakuti di seantero Batavia. 
Lelaki gagah berambut panjang dan matanya menyala-nyala ini memiliki nama yang menggetarkan seluruh jagoan dan pendekar di Batavia. 
Keperkasaan seakan dititahkan untuk selalu bersemayam bersamanya. 
Pria Bugis dengan badik yang sanggup memburai usus ini sudah malang melintang di Batavia sejak tahun 1660 ketika ia bersama pengikutnya melarikan diri dari cengkeraman Makassar.

Batavia di abad ke-17 adalah arena dimana kekerasan seakan dilegalisir demi pencapaian tujuan. 
Dimasa Gubernur Jenderal Joan Maetsueyker, kekerasan adalah udara yang menjadi napas bagi kelangsungan sistem kolonial. 
Kekerasan adalah satu-satunya mekanisme untuk menciptakan ketundukan pada bangsa yang harus dihardik dulu agar taat dan siap menjadi sekrup kecil dari pasang naik kolonialisme Eropa. 
Kekerasan itu seakan meneguhkan apa yang dikatakan filsuf Thomas Hobbes, bahwa manusia pada dasarnya jahat dan laksana srigala yang saling memangsa sesamanya. Pada titik inilah Arung Palakka menjadi seorang perkasa bagi sesamanya.

Saya menemukan nama Arung Palakka saat membaca sebuah arsip di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) 
Saya juga membaca sebuah novel yang berisikan data sejarah tentang Batavia dimasa silam dengan sejarah kelam yang membuat bulu kuduk bergidik. 
Selama beberapa hari ini, sejarah Batavia seakan berpusar terus di benak saya. Berbagai referensi itu menyimpan sekelumit kisah tentang pria yang patungnya dipahat dan berdiri gagah di tengah Kota Watampone.

Arung Palakka adalah potret keterasingan dan menyimpan magma semangat yang menggebu-gebu untuk penaklukan. 
Ia terasing dari bangsanya, bangsa Bugis yang kebebasannya terpasung. 
Namun ia bebas sebebas merpati yang melesat dan meninggalkan jejak di Batavia. Ia sang penakluk yang terasing dari bangsanya. 
Malang melintang di kota sebesar Batavia, keperkasaannya kian memuncak tatkala ia membangun persekutuan yang menakutkan bersama dua tokoh terasing lainnya yaitu pria Belanda bernama Cornelis Janszoon Speelman dan seorang Ambon yang juga perkasa bernama Kapiten Jonker. 
Ketiganya membangun persekutuan rahasia dan memegang kendali atas VOC pada masanya, termasuk monopoli perdagangan emas dan hasil bumi.
Ketiga tokoh yang teralienasi ini adalah horor bagi jagoan dimasa itu. 
Speelman adalah petinggi VOC yang jauh dari pergaulan VOC. Dia tersisih dari pergaulan karena terbukti terlibat dalam sebuah perdagangan gelap saat masih menjabat sebagai Gubernur VOC di Coromandel tahun 1665. 
Arung Palakka adalah pangeran Bugis yang hidup terjajah dalam tawanan Makassar. 
Ia memberontak dan bersama pengikutnya melarikan diri ke Batavia. 
VOC menyambutnya dengan baik dan memberikan daerah di pinggiran Kali Angke hingga serdadu Bugis ini disebut To Angke atau orang Angke. 
Sedang Kapiten Jonker adalah seorang panglima yang berasal dari Pulau Manipa, Ambon. 
Dia punya banyak pengikut setia, namun tidak pernah menguasai satu daerah dimana orang mengakuinya sebagai daulat. 
Akhirnya dia bergabung dengan VOC di Batavia. Rumah dan tanah luas di daerah Marunda dekat Cilincing diberikan VOC kepadanya. 

Sumber : grup FB Bugis